Seorang
muslim sudah selayaknya memahami setiap perkara penting yang menyangkut
agamanya, terutama yang bersifat fardhu ‘ain, seperti shalat.
Salah
satu masalah yang terkait dengan shalat dan kurang mendapat perhatian dari
sebagian kaum muslimin adalah tentang pakaian di dalam shalat. Masih banyak di
antara mereka yang belum faham tentang pakaian yang dianjurkan, yang dilarang
dan yang dibenci jika pakai pada waktu shalat.
Di antara nya adalah:
·
Shalat dengan pakaian ketat
Memakai
pakaian ketat dalam shalat adalah makruh dalam tinjauan syar’i dan tidak baik
dari segi kesehatan. Jika ketika memakainya sampai tingkat meninggalkan shalat
(dengan alasan susah untuk melakukan gerakan ini dan itu), maka hukum
memakainya menjadi haram. Dan terbukti bahwa kebanyakan orang yang memakai
celana ketat adalah mereka yang tidak shalat atau jarang melakukannya.
Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albani berkata, “Celana panjang (ketat, red) itu membentuk aurat, dan aurat
laki-laki adalah dari lutut sampai pusar. Seorang yang sedang shalat harus
semaksimal mungkin menjauhi segala kemaksiatan ketika dia sedang sujud, yakni
dengan terlihat bentuk kedua pantatnya (karena sempitnya celana itu-red), atau
bahkan membentuk aurat yang ada di antara keduanya (kemaluan). Maka bagaimana
orang seperti ini berdiri di hadapan Rabb seru sekalian alam?
Jika celana yang dipakai adalah longgar maka menurut Syaikh al-Albani tidak
apa-apa, namun yang lebih utama adalah dengan mengenakan gamis (baju panjang)
hingga menutupi lutut, atau setengah betis dan boleh dijulurkan maksimal hingga
di atas mata kaki.
·
Shalat dengan pakaian tipis atau asal-asalan
Tidak
boleh shalat dengan pakaian tipis yang menampakkan anggota badan, sebagaimana
yang dilakukan oleh sebagian orang di masa ini. Dengan sengaja memakainya maka
berarti sengaja memperlihatkan bagian auratnya yang seharusnya tertutup. Mereka
telah tergiring oleh syahwat sehingga menjadi pengikut mode dan adat, mereka
juga telah terbius oleh para penyeru permisivisme yang membolehkan manusia
berkreasi dan melakukan apa saja tanpa mengindahkan norma dan aturan syari’at.
Masuk kategori shalat dengan pakaian asal-asalan adalah shalat memakai piyama
atau baju tidur. Suatu ketika Rasululah ditanya oleh seseorang tentang shalat
dengan memakai satu pakaian (misal: celana panjang saja tanpa memakai baju atau
memakai gamis tanpa mengenakan celana-red), maka beliau menjawab, “Bukankah
masing masing kalian mendapati dua pakaian?
·
Shalat dengan aurat terbuka
Masalah terbukanya aurat ini terjadi pada beberapa klasifikasi manusia:
Pertama;
Seseorang
mengenakan celana ketat yang membentuk lekuk tubuh (aurat) kemudian memakai
baju yang pendek, sehingga ketika rukuk atau sujud pakaiannya tersingkap, maka
kelihatan bagian bawah punggungnya dan bentuk auratnya karena ketatnya celana
yang dipakai dan pendeknya baju.
Maka dengan pakaian seperti ini berarti dia membuka auratnya, padahal dia
sedang rukuk dan sujud di hadapan Allah swt, semoga Allah menjaga kita semua
dari hal itu. Terbukanya aurat dalam keadaan shalat dapat menyebabkan batalnya
shalat, dan inilah salah satu efek negatif mengimpor pakaian dari negeri kafir.
Kedua;
Orang yang tidak
sungguh-sungguh menutup auratnya dan tidak berusaha semaksimal mungkin
menutupinya, padahal sebenarnya dia mampu. Hal ini biasanya karena faktor
kebodohan, malas dan ketidakpedulian seseorang dalam menutup auratnya.
Perhatian juga kepada para wanita, jangan sampai shalat dalam keadaan sebagian
rambutnya terlihat, atau tidak tertutup keseluruhannya. Jangan pula tersingkap
lengan atau betisnya.
Karena menurut jumhur (mayoritas)
ulama kalau sampai demikian, maka hendaknya ia mengulang shalatnya tersebut.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah Aisyah ra
bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya:
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah mengalami haid (baligh) kecuali
dengan mengenakan tutup kepala (khimar).”
Salah satu
pakaian yang dikhawatirkan menjadi sebab terbukanya aurat wanita adalah jilbab
kecil yang sangat memungkinkan apabila shalat dengan tanpa tutup lain yang
lebih lebar akan tersingkap bagian rambutnya.
Ketiga;
Orang tua yang
mengajak shalat anak-anak mereka yang sudah cukup besar (usia di atas tujuh
tahun) hanya dengan pakaian seadanya, seperti memakaikan celana pendek untuk
mereka. Shalat dalam keadaan isbal ( khusus pria ).
Banyak
sekali dalil yang menjelaskan haramnya isbal, baik ketika shalat maupun diluar
shalat. Namun masih banyak kaum muslimin yang kurang perhatian dengan masalah
ini, padahal ada sebuah riwayat marfu’ dari Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa
Allah tidak menerima shalat seseorang yang musbil (menjulurkan pakaiannya di
bawah mata kaki). Hadits ini dinyatakan hasan oleh An-Nawawi di dalam kitab
Riyadhus Shalihin dan oleh Ahmad Syakir dalam ta’liqnya terhadap kitab Al
Mahalli.
·
Menyingsingkan atau melipat lengan baju
Termasuk
kesalahan dalam pakaian shalat adalah menyingsingkan atau melipat lengan baju
ketika akan shalat.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, “Rasulullah bersabda, “Aku
diperintahkan untuk sujud diatas tujuh anggota badan, tidak menahan rambut dan
menyingsingkan pakaian.”
Shalat dengan pundak terbuka
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah bersabda, “Jangan
sekali-kali salah seorang di antara kalian shalat hanya dengan satu pakaian
tanpa adanya penutup sedikit pun di atas pundaknya.” (HR Muslim).
·
Shalat dengan pakaian yang bergambar.
Diriwayatkan
dari Aisyah ra dia berkata, Suatu ketika Rasulullah shalat dengan memakai
qamishah (gamis) yang terdapat gambar, tatkala selesai shalat beliau bersabda,
“Bawalah qamishah ini kepada Abu Jahm bin Khudzaifah dan bawakan untukku
anbijaniyah, karena qamishah tadi telah mengganggu shalatku.”
Anbijaniyah adalah jenis kain yang agak tebal yang tidak bermotif dan tidak ada
gambar (kain polos).
Dari Anas Radhiallaahu’anha dia berkata, Aisyah ra pernah memasang sehelai kain
untuk menutup salah satu dinding sisi rumahnya. Maka Nabi bersabda kepadanya, ”
Singkirkan dia dariku karena selalu terlintas dalam pandanganku ketika aku
melakukan shalat.”
·
Shalat dengan pakaian kuning.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Amr ra bahwa Rasulullah melihat dua pakaian dicelup
(diwenter) dengan warna kuning, maka beliau bersabda, “Sesungguhnya itu
termasuk pakaian orang kafir, maka engkau jangan memakainya.”
Dari Anas ra dia berkata, “Rasulullah melarang seseorang untuk mewarnai bajunya
dengan warna kuning (za’faran, semisal warna kunyit-red).”
Dan dalam hadits yang bersumber dari Ali ra dia berkata, “Rasulullah melarang
pakaian mu’ashfar (yang di celup dengan warna kuning).”
Ada pun bagi wanita maka tidak apa-apa mengenakan pakaian dengan warna
tersebut.
·
Shalat tanpa tutup kepala
Apabila yang
melakukan demikian adalah orang laki-laki maka dibolehkan, namun tidak
dibolehkan bagi kaum wanita, karena kepala bagi seorang wanita adalah aurat.
Akan tetapi yang mustahab (dianjurkan) adalah shalat dengan menutup kepala
karena lebih sempurna dan pantas.
Syaikh Nashiruddin al-Albani berkata, “Saya berpendapat bahwa shalat dengan
kepala terbuka adalah makruh, karena merupakan hal yang bisa diterima jika
seorang muslim masuk masjid untuk shalat dengan penampilan islami yang
semaksimal mungkin, berdasarkan hadits, “Sesungguhnya berhias (rapi) di hadapan
Allah adalah lebih berhak (dilakukan).”